Oleh Eka Widiastuti
STEI SEBI
zw.widiansori@gmail.com
Abstrak
Syariah didefinisikan sebagai hukum yang ditetapkan oleh Allah
SWT. Secara umum diungkapkan dalam Al-quran dan Sunah Rasulullah saw. Berbeda
dengan fiqh yang menekankan pada hukum praktis untuk menjalankan yang berasal dari
interpretasi manusia berdasarkan al-quran dan sunah. Sehingga ketiganya
memiliki hubungan yang integral dan tak terpisahkan. Setiap aspek kehidupan
manusia tidak dapat lepas dari pedoman Islam tersebut, termasuk dalam hal
bisnis dan pemasaran. Makalah ini mendiskusikan bagaimana kepatuhan syariah
membantu mengidentifikasi Islamic brand
dan meningkatkan reputasinya. Pengembangan
merek merupakan bagian dari tantangan bisnis terbesar untuk menciptakan
identitas perusahaan dan mengeksplorasi pemasaran merek dalam konsep Islamic branding. Tentunya, hal tersebut
akan menyempurnakan model dan praktek bisnis di pasar yang kompetitif saat ini.
Islam memiliki seperangkat nilai yang kuat dan mampu membuat identitas dirinya
sebagai merek yang kuat, menimbulkan citra yang unik sehingga membangun reputasi
yang baik. Makalah ini merujuk pada jurnal penelitian Fatema, et al
(2013) dengan judul asli “ Shari’a Compliance in Building Identified Islamic Brands”, bertujuan
untuk mengetahui bagaimana kepatuhan Syariah mampu berkontribusi terhadap
membangun indentifikasi Islamic brand
dengan citra yang baik dan reputasi.
Kata Kunci: Islamic Branding, Syariah, Halal, citra dan reputasi.
1.
Pendahuluan
Tema “Kepatuhan Syariah dalam
membangun identifikasi Islamic Brands”,
dipilih sebagai sorotan utama dalam penelitian ini untuk mengetahui praktek pemasaran
islami khususnya dalam menawarkan produk kepada umat muslim. Mengapa ini
menjadi konsentrasi penting? karena islam merupakan pandangan hidup di dunia
maupun akhirat yang penerapannya secara kaffah (sempurna). Keunikan budaya
islam justru terletak pada nilai-nilai dan prinsip tersebut. Maka kekuatan
Islam terbesar ialah cita-cita, nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang mengarah
ke sebuah citra yang superior dan reputasi yang baik. Dalam Al-Qur'an Allah
SWT. berfirman, "Dan Aku tidak menciptakan jin & manusia kecuali untuk
menyembah ('ibadah) Ku." (51:56). Menurut ayat tersebut, setiap aktivitas
manusia yang sesuai dengan syariah dapat dikatakan sebagai ibadah, sama halnya dengan
pemasaran dan pembentukan brand jika sesuai dengan hukum syariah tersebut. Menurut
penulis dalam tatanan dunia baru saat ini, Islam menjadi solusi dalam sistem
kehidupan di mana masalah manusia dapat diatasi dengan perspektif kebenaran
yang berbeda dan dengan cara terbaik untuk mengembangkan keadilan yang
manusiawi pada berbagai tingkat eksistensi, individu, nasional dan
internasional. (Maududi, Towards
Understanding Islam, 1979)
Penelitian ini bertujuan untuk
mengungkapkan: (1) bagaimana atribut kapatuhan syariah berkontribusi untuk
membangun Identitas Islamic brand? ,
(2) bagaimana hal tersebut dapat membantu dalam pengembangan citra merek dan
reputasi? Sistematika penulisan dalam artikel ini sebagai berikut. Pertama,
pendahuluan, tujuan utama diikuti dengan penjelasan singkat mengenai metodologi
penelitian, tinjauan pustaka, kemudian pembahasan pokok masalah. Akhirnya,
artikel ini memberikan kesimpulan, keterbatasan, dan saran.
2.
Metodelogi
Penelitian
Studi ini bukan
penelitian kuantitatif, melainkan didasarkan pada informasi sekunder dan
beberapa pengamatan. Untuk mengetahui konsep Islamic branding dan kepatuhan syariah, penulis mempelajari
literatur yang tersedia di bidang yang relevan, berbagai publikasi, Qur'an
& Hadist, jurnal dan website. Penelitian ini disusun dengan jelas sebagai rujukan penelitian di masa yang akan
datang.
3.
Tinjauan Pustaka
3.1.Konsep
Branding dan Islamic Branding
Merek didefinisikan sebagai nama, istilah,
tanda atau desain, atau kombinasi diantaranya yang mengidentifikasi produk atau
jasa dari satu penjual atau kelompok dan membedakan mereka dengan pesaingnya
(Kotler, 2008, p. 226). Konsumen melihat merek sebagai bagian yang penting dan
memberi nilai tambah dalam produk. (Kotler, 2008) Branding berkaitan dengan kemampuan
suatu produk atau jasa untuk menciptakan hubungan dengan konsumen, biasanya,
melalui jaminan yang menarik. Ringkasan tujuan branding dapat ditemukan di
Walter Landor tahun 1964: "Produk dibangun di pabrik, merek tercipta dalam
pikiran (Foley, 2010)." Aaker (1996) mengklaim kepedulian akan merek
berkontribusi terhadap peningkatan brand
equity dengan menciptakan memori untuk memesan kembali, membentuk rasa
keakraban, menciptakan sinyal kepercayaan pada merek dan memberikan dasar bagi
seseorang untuk mempertimbangkan merek tersebut sebagai pilihan pemenuhan
kebutuhannya.
Temporal (2011) menyebutkan bahwa "Islam
dapat dianggap sebagai merek tersendiri, dengan citra yang unik. Sebagai
branding, islam mengakomodasi segmen besar konsumen Muslim, yang memiliki nilai-nilai
bersama, kebutuhan yang sama dan keinginan seluruh dunia. (Temporal, 2011) Bagi
umat muslim, merek 'Islam' merupakan
cara hidup, 'Halal' adalah global Islamic
brand untuk makanan, sama halnya dengan kata Ramadhan, Haji, Jihad, Zakat,
dll. Semua kata yang akrab dengan nilai dan pengalaman mereka sendiri.
Banyak literatur yang menyatakan bahwa agama
merupakan elemen fundamental dalam kebudayaan kita dan berhubungan dengan
berbagai aspek kehidupan serta perilaku konsumen. (Bailey dan Sood, 1993;
Lupfer dan Wald, 1985; Lupfer et al, 1992;. McDaniel dan Burnett, 1990; Wilkes
et al., 1986). Bukti adanya hubungan antara agama dan perilaku dapat ditemukan
dalam aktivitas keseharian individu, serta dalam ritual yang langka dan unik.
Selain itu, bukti lain hubungan antara agama dan perilaku dapat dilihat dari
berbagai bidang yaitu ajaran orang tua, gaya berpakaian, makan, minum,
penggunaan kosmetik, pandangan sosial politik dan perilaku lainnya. (Levin,
1979) Maka jelaslah motivasi untuk berpartisipasi dalam pengalaman religi
dipengaruhi oleh agama. (Gorlow dan Schroeder, 1968). Swimberghe et al. (2009)
menyatakan bahwa kepercayaan agama konsumen beresonansi/sejalan dengan pilihan
konsumsi mereka. Jika jumlah konsumen muslim yang peduli akan kepatuhan syariah
meningkat, maka pilihan Islamic brand
pun juga akan meningkat.
3.2.Apa
yang dimaksud dengan kepatuhan syariah?
Syariah berasal dari bahasa arab, mengacu pada
hukum dan cara hidup yang ditentukakn oleh Allah SWT bagi hamba-Nya. Syariah
ini meliputi ideologi dan keyakinan, perilaku dan tata krama, dan hal-hal
praktis sehari-hari, termasuk salah satunya adalah pemasaran. Allah SWT berfirman
"…Untuk umat di antara kamu, Kami telah berikan aturan dan jalan yang
terang" (Qur'an 5:48). Hubungan dari keyakinan, syariat, dan akhlak dalam
membentuk ekonomi islam (termasuk didalamnya ilmu pemasaran) dapat digambarkan
sebagai berikut,
Gambar 1.
Triangle Ekonomi Islam
Sumber :
Adityangga, 2010
Ini menjadi sebuah kewajiban bagi umat muslim
untuk mengkonsumsi makanan halal dan menggunakan produk halal, karena mereka
tidak semata-mata makan dan menggunakan barang-barang untuk kesenangan, tetapi
juga menjalankan tugas, tanggung jawab dan menjalankan misi di dunia ini yaitu
beribadah kepada Allah SWT. Karena Islamic
branding disinonimkan sebagai kepatuhan akan syariah, maka kebutuhan akan
barang halal meningkatkan permintaan konsumen, penjual Muslim dapat memposisikan
diri dengan alasan tersebut, sehingga membuat merek mereka berbeda.
Muslim yang sangat sadar tentang pandangan
tentang halal dan haram, memaksa mereka untuk mempertimbangkan merek Islam
sebagai pilihan mereka. Ibn al-Ukhuwwah (1938) mengatakan bahwa produk dengan Islamic brand harus halal dan tidak
menyebabkan kemudharatan dalam bentuk apapun. Dengan demikian kepuasan
tertinggi diperoleh secara spiritual dan fisik. Kepuasan spiritual kaum
muslimin dapat diperoleh dengan mengikuti syariah. Contohnya penggunaan produk
Islami seperti hijab bagi muslimah yang merupakan identitasnya sebagai orang
beriman, membentuk pula citra positif dan reputasi yang baik. Demikian pula,
dalam sektor jasa seperti Perbankan Syariah, sebagai sarana untuk mematuhi
kepatuhan syariah menjaihu bunga yang haram
bagi umat islam. Tidak hanya umat islam yang harus menggunakan Islamic brand, namun minat dari
non-Muslim terhadap produk syariah juga meningkat. Hal ini dikarenakan
meningkatnya kesadaran konsumen dan
produk syariah juga menawarkan alternatif yang lebih aman, kesehatan,
adil, bersih dan transparan.
3.3.Kepatuhan
Syariah dan Islamic Branding
Kepatuhan
syariah dan Islamic branding telah
sukses memenuhi keinginan khas dan
kredibel dalam mind set konsumen. Pada tingkat yang paling eksklusif, Islam
secara tegas menempatkan peraturan pada prinsip Syariah (misalnya dalam sektor
pangan dan keuangan). Ada pula merek yang dibuat oleh organisasi-organisasi
Islam yang menggunakan Islamic brand
dalam hal yang lebih umum (seperti penerbangan atau telekomunikasi).
Karena
meningkatnya kesadaran bahwa produk berbasis syariah tidak hanya menawarkan
alternatif yang lebih aman, tetapi juga merupakan etika investasi yang adil,
bersih dan transparan ("Non Muslim ikut beralih"). Lembaga ini tidak
hanya ditujukan untuk menjadi kompeten dalam memenuhi fungsi komersial mereka,
tetapi tujuan syariat itu sendiri untuk menegakkan tanggung jawab sosial dalam
mempromosikan keadilan dan kewajaran (Dusuki 2008). Merek Islami tidak hanya
tentang Halal (diperbolehkan) dan Haram (non-halal) namun didasari oleh niat
yang jujur dan tulus yang melampaui konsep branding dalam komersial saja
(Alserhan, 2010).
3.3.1.
Atribut Kepatuhan Syariah untuk membangun
Identitas Islamic Brands
Menurut sumber dasar hukum Syariah, yaitu
Al-Qur'an dan Sunnah, terlihat bahwa Islamic
Brand memiliki kekhasan dan fitur unik. Sebagai contoh kekhasan tersebut,
dalam firman Allah SWT, "Mereka yang memakan riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila, yang
demikian itu karena mereka berkata jual beli sama dengan riba, padahal Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba" (2:275). Dalam Al
Qur'an batas-batas halal dan haram jelas disebutkan. Nabi Muhammad saw telah
memberikan pedoman mengenai hal yang syubhat (yaitu hal yang belum diketahu
halal dan haramnya karena keterbatasan pengetahuan mukhalaf). Hal ini
diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Abu Daud, Ibn Majah dan Darimi, sebagai
berikut: "Yang Halal jelas. Dan apa yang Haram juga telah jelas. Dan di
antara kedua ada daerah yang meragukan di mana banyak orang tidak tahu. Jadi
siapapun menjauhkan diri dari itu, ia telah membebaskan dirinya (dari
kesalahan). Dan orang-orang yang jatuh ke dalamnya, ia telah jatuh ke dalam
keadaan Haram. "
Ini menunjukkan Islamic brand merupakan merek yang berbeda. Dengan demikian, kepatuhan
Syariah menjadi perbedaan yang unik dan melekat pada Islamic brand. Islam juga merupakan agama yang lengkap, tidak
memerlukan penambahan apa pun. Dalam surah Al-Maidah, Allah berfirman:
"Hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, telah Aku cukupkan
nikmat-Ku atasmu, dan telah Aku ridhoi Islam sebagai agamamu…." [05:03] Dengan
prinsip ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa Islamic
brand yang memenuhi ketentuan syariah menjadi merek tersendiri. Hal ini memberikan
peluang bagi penjual muslim untuk mempromosikan produknya dan menjunjung tinggi
nilai-nilai syariah.
Bagian
utama lain yang mengidentifikasi merek adalah Logo. Bagi Islamic Brand "Logo Halal" merupakan hal yang sangat
penting. Contohnya Dewan Pengawas Makanan dan Gizi Islam Amerika (IFANCA)
menggunakan simbol bulan sabit, yang berarti "baik bagi umat Islam."
Logo Halal merupakan otorisasi yang mandiri dan dapat diandalkan untuk
mendukung klaim kehalalan produk. Makanan dan minuman yang tersertifikasi halal
oleh lembaga organisasi islam yang terkemuka, mudah diterima oleh konsumen
Muslim, serta pelanggan dari agama-agama lain.
Selain dengan adanya logo Halal, attribut
kepatuhan syariah yang dapat meningkatkan Islamic brand adalah keberadaan dewan
pengawas syariah (DPS) . Kewajiban atas keberadaan DPS itu sendiri, khususnya pada
institusi keuangan Islam telah diatur oleh Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial
Institutions (AAOIFI) dalam Governance
Standard
for Islamic Financial Institutions (GSIFI). Adapun arti penting DPS bagi entitas
syariah antara lain (Chariri,
2012) :
1. Menentukan tingkat kredibilitas entitas syariah.
2. Unsur utama dalam menciptakan jaminan
kepatuhan syariah (sharia compliance assurance).
3. Salah satu pilar utama dalam pelaksanaan Islamic
Corporate Governance.
Idealnya DPS akan
mempresentasikan hukum dan prinsip Islam lebih baik dibandingkan dengan manajemen. Farook dan Lanis (2005) menyebutkan
bahwa ke-Islam-an para anggota
DPS dianggap tanpa cela, sehingga digunakan untuk memastikan kepatuhan syariah
perusahaan terhadap hukum dan prinsip Islam.
Dengan
demikian, Islam telah mengidentifikasi ketentuan syariah yang wajib ditaati
bagi semua umat muslim. Sehingga tidak ada yang dapat menghindari pedoman
terebut. Allah SWT berfirman: "Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu,
agar kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. "(4:176) Sebuah
proses branding yang efektif akan menciptakan identitas unik yang dapat
membedakan penjual dari competitor lain. Itulah mengapa hal ini sering dianggap
sebagai jantung dari strategi kompetitif (Lake, 2010). Dengan demikian atribut
kepatuhan syariah menjadikan Islamic
brand berbeda dan memiliki identitas tersendiri.
3.3.2.
Islamic Branding dalam peningkatan Citra dan Reputasi
Menurut
ensiklopedia Usaha Kecil, "Citra perusahaan" dahulunya diartikan
sebagai slogan iklan tetapi sekarang lebih mengacu pada reputasi perusahaan.
Manajemen dengan berbagai cara, aktif mencoba membentuk citra dengan
komunikasi, pemilihan merek dan promosi, penggunaan simbol-simbol, serta
publikasi. (Ensiklopedia Usaha Kecil, 2007). Unsur-unsur utama dalam
pembentukan citra adalah: 1) jenis usaha dan kinerja keuangan perusahaan, 2)
reputasi dan kinerja merek ("brand
equity"), 3) inovasi, dan sebagainya. (Ensiklopedia Usaha Kecil, 2007)
Tentunya, sinergi dari unsur-unsur tersebut dapat ditemukan dalam Islamic brand. Sehingga citra dari merek
perusahaan mempengaruhi persepsi kualitas produk dan layanan tambahan, reputasi
dan merek tidak dapat dipungkiri lagi , mampu memperkirakan nilai pelanggan dan
loyalitas pelanggan terhadap perusahaan. (Woodside, 2010)
Bagaimanapun,
berbagai studi dan pengamatan telah menunjukkan bahwa, Islamic branding telah mampu menciptakan citra positif di sektor
keuangan dalam perbankan syariah. Perbankan syariah memperoleh popularitas
tinggi dan sukses dalam membangun citra dan reputasi jangka panjang. Ini
menunjukkan peningkatan citra dan reputasi Islamic
brand. Selain itu, ada kepentingan besar untuk mengambil alih tempat di
antara perusahaan-perusahaan non-Muslim yang juga ingin menembus pasar global
ini, meliputi industri keuangan, makanan dan minuman, kosmetik, kesehatan,
farmasi, logistik, pariwisata, fashion, dan lain-lain karena pangsa umat muslim
sangat besar. (Nestorovic 2007).
4.
Islamic Brand dan Kesejahteraan Masyarakat
Di tengah dunia modern dengan berbagai macam
pilihan barang dan jasa, umat Islam abad ke-21 ini dihadapkan dengan isu Halal
secara modern. Para penjual muslim sebaiknya berperan aktif dalam mengurangi
kebingungan konsumen Muslim ketika hendak membeli makanan atau menggunakan layanan
syariah serta meningkatkan kesadaran dalam membedakan mana yang Halal dan
Haram. Islamic brand dapat membuat langkah baru untuk menyelesaikan masalah
ini. Dari model brand equity Brandt
dan Johnson, jika kesadaran Halal dan Haram umat muslim meningkat, Islamic brand equity juga akan meningkat.
Di tengah masyarakat yang memiliki keimanan kuat, maka Islamic brand equity juga semakin kuat. Kepedulian atas merek dapat
disinonimkan sebagai kepedulian akan syariah. Dari penelitian penulis telah
menemukan bahwa semakin besar kesadaran syariah di pasar tertentu, akan
meningkatkan kepatuhan syariah pula.
Perspektif Islam menggabungkan
unsur-unsur moral dan transendental dalam proses pengambilan keputusan produksi
dalam pengembangan produk, dan dipandu oleh prinsip-prinsip etika bisnis Islam.
Pada akhirnya akan meningkatkan citra di seluruh dunia. Tujuan utama dari Islamic brand adalah mempromosikan keadilan dan kesejahteraan
sosial (al-adl dan al-ihsan) dan rahmat Allah SWT (berkah), dengan tujuan
bersama mencapai keberhasilan di dunia dan akhirat (al-falah). (Haniffa dan Hudaib, 2007) Tentu saja, tidak
hanya umat Islam yang tertarik dengan Islamic
brand, non-muslim juga tertarik karena keamanan dan kualitas yang terjamin.
5.
Kesimpulan
Dalam
berkompetisi merek menjadi kekuatan yang penting, sebagai jaminan kepada
konsumen. Islamic brand membuat daya
tarik dalam peraturan dan prinsip-prinsipnya yang tegas. Ada banyak merek yang
diterbitkan oleh organisasi-organisasi Islam yang sesuai dengan syariat islam.
Batasan tertentu hukum syariah menciptakan posisi yang unik, sehingga membantu mereka untuk membangun citra
yang kuat dan reputasi menonjol dalam pasar yang kompetitif. Nilai-nilai
universal yang dipromosikan oleh prinsip-prinsip syariat yaitu kepercayaan,
kejujuran, kepastian, keadilan dan transparansi atas manfaat produk, semuanya menjadi esensi dalam Islam
brand. Kepatuhan syariah yang unik beserta atributnya (logo halal, kehalalan
produk, keberadaan DPS, etika bisnis islam), bagi Islamic brand berpengaruh positif terhadap persepsi konsumen
tentang kredibilitas dan penegasan identitas Islamic brand itu sendiri.
Daftar Pustaka
Adityanggara,
Krishna. (2010). Membangun Perusahaan
Islam dengan Manajemen Budaya Perusahaan Islami. Jakarta : PT Rajagrafindo
Persada.
Chariri, Charles. (2012). Analisis
Pengaruh Islamic Corporate Governance Terhadap
Pengungkapan Corporate Social
Responsibility (Studi Kasus Pada Bank Syariah Di Asia), Diponegoro
Journal Of Accounting Halaman 1-15.
Farook, S, Z, dan Lanis, R (2005). Banking On Islam? Determinants of CSR
Disclosure. International Conference on Islamic Economics and Finance.
Fatema,
Mohsina. (2013). Shari’a Compliance in Building
Identified Islamic Brands, On Journal EJBM-Special Issue: Islamic Management and
Business ISSN 2222-1719 (Paper) ISSN 2222-2863 (Online) Vol.5 No.1. www.iiste.org
Haniffa, Roszaini
dan Mohammad Hudaib. (2007). Exploring the Ethical Identity of Islamic
Banks via Communication in Annual Reports. on Journal of Business Ethics
76:97–116 _ Springer 2007 DOI 10.1007/s10551-006-9272-5.
Maaf, tapi anda hanya menerjemahkan jurnal internasional berjudul sama karangan Mohsina Fatema
ReplyDeleteAssistant Professor in Marketing,
Department of Business Administration,
International Islamic University Chittagong, Dhaka Campus. harap tidak mempublikasikan tulisan ilmiah ini atas nama anda. Allah knows, while you"re not knowing....